Selasa, 11 Desember 2012

Rotifera


Rotifera berasal dari bahasa Latin yang berarti ‘rota’ = roda dan ‘ferre’ = membawa, yang berarti ‘wheel bearer’ atau membawa roda. Arti dari kata ‘membawa roda’ ini berhubungan dengan bentuk morfologi/ ciri khas yang dipunyai oleh tubuh Rotifera tersebut. Yaitu Rotifera mempunyai silia/ bulu – bulu getar yang berputar seperti roda, berlokasi di sekitar mulutnya dan berfungsi sebagai alat pergerakan tubuh mereka. Tubuh Rotifera di bagian luar bersegmen, berbentuk teleskopis, lentur, sehingga dapat memanjang, dan dilindungi oleh kutikula. Kutikula yang melapisi tubuhnya ini lah yang menandakan Rotifera berkerabat dekat dengan cacing gelang dan artropoda.

Rotifera merupakan hewan air yang mikroskopis (sekitar 200-500 mikrometer), multiselular walaupun mempunyai otak yang masih tergolong primitif. Hingga sekarang sekitar 2000 spesies dari Phylum Rotifera telah ditemukan.
Ciri khusus yang terdapat pada Phylum Rotifera adalah mereka mempunyai sistem organ khusus dan telah mempunyai sistem pencernaan yang lengkap, diawali dengan mulut dan diakhiri dengan anus. Rotifera juga mempunyai ciri khusus yaitu mempunyai struktur cilia/ bulu getar yang terdapat pada corona/ kepalanya.
Struktur tubuh rotifer dilindungi oleh lapisan mesoderm. Dilihat dari kenampakannya, tubuh Rotifera dibagi menjadi empat bagian dasar: kepala, leher, tubuh dan kaki.
Pada bagian kepala, terdapat corona (mahkota) yang tersusun atas silia-silia, berfungsi untuk mendorong makanan dari luar, untuk masuk kedalam mulutnya. Selanjutnya, makanan akan masuk ke dalam trophi (rahang). Trophi ini merupakan salah satu ciri khas yang ada pada Phylum Rotifera. Trophi ini berlokasi di belakang mastax (modifikasi pharynx). Selanjutnya makanan akan menuju perutnya (berisi saluran pencernaan dan alat reproduksi), untuk dicerna secara kimiawi. Pada beberapa spesies ditemukan kelenjar yang mensekresikan kelenjar pencernan.  Setelah sari-sari makanan diserap oleh usus pendek, dan sisa sari-sari makanan itu dikeluarkan melalui saluran yang bermuara ke anus.
Bagian akhir dari Rotifera adalah kaki. Kaki pada Rotifera mengandung cairan semen yang berfungsi sebagai alat bantu Rotifera untuk menempel pada objek disekitarnya dan sebagai alat bantu untuk menyaring makanan. Sistem eksreksi pada Rotifera berupa protonephrida yang bermuara pada anus yang berfungsi untuk membuang kelebihan air yang berada didalam tubuhnya.
Sistem saraf pada Rotifera masih sangat sederhana, mengingat struktur otak Rotifera terbilang primitif, terutama pada Rotifera betina.
Sistem reproduksi Rotifera cukup unik dibandingkan dengan Phylum yang lain. Beberapa spesies Rotifera berkembangbiak dengan cara aseksual yaitu dengan partenogenesis. Partenogesis adalah cara perkembangbiakan dengan menghasilkan individ u baru dengan tidak membuahi telurnya. Pada jenis rotifer yang lain, dapat melaksanakan sistem reproduksi aseksual (dengan parthenogenesis) dan secara aseksual ( Rotifera jantan menghasilkan sperma untuk membuahi sel telur Rotifera betina).
Rotifera dapat ditemukan hidup di air tawar, bahkan ada yang yang hidup di laut. Mereka menyukai hidup di tempat yang lembab, misalnya di tanah yang lembab, atau bersimbiosis dengan lumut atau dengan bryophyta, dapat ditemukan di lingkungan air tawar seperti danau dan sungai. Walaupun Rotifera menyukai lingkungan lembab, ada suatu Class dari Phylum Rotifera yang dapat bertahan hidup dengan waktu yang cukup lama pada daerah yang kering. Rotifera dapat hidup secara berkoloni atau sesil, hidup bebas ataupun menempel/ bersimbiosis dengan makhluk hidup lainnya. Makanan Rotifera adalah bahan-bahan organik, bakteri, alga, protozoa, bahwan dapat memakan spesies Rotifera yang lain yang berukuran lebih kecil. Misalnya pada jenis Rotifera Dicranophorus robustus memakan genus Lecane.
Rotifera mempunyai peranan penting dalam mekanisme rantai makanan pada air tawar, selain Rotifera memakan bahan-bahan organik, bakteri, dan ganggang, Rotifera dimakan oleh hewan yang lebih besar seperti cacing, larva ikan, atau udang.
Berdarkan fase reproduksinya, Phylum Rotifera dibagi menjadi tiga kelas:
a.    Kelas Bdelloidea
Mempunyai jumlah spesies kurang lebih 350 spesies. Tubuhnya tidak dilindungi oleh kutikula
Kelas Bdelloidea biasanya hidup bersimbiosis dengan lumut. Ketika mengalami keadaan lingkungan yang tidak dapat diprediksi, mereka dapat hidup dalam keadaan kekeringan sekalipun. Mereka akan mengalami peristiwa yang dinamakan anhydrobiosis. Anhydrobiosis merupakan keadaan dormansi yang disebabkan oleh kurangnya air pada habitat yang mereka tinggali. Mereka akan m engubah bentuk tubuhnya yang dinamakan tun. Dengan mengecilnya jaringan dan sel yang ada didalam tubuhnya, kepala dan ekor mereka akan masuk kedalam tubuhnya untuk mengurangi keluarnya air.
Semua anggotanya parthenogenetic, mereka hanya mempunyai satu betina yang bereproduksi secara aseksual, untuk menghasilkan lebih banyak keturunan betina. Telurnya tidak dapat dibuahi oleh sel sperma, ketika telurnya dewasa, semuanya akan menjadi betina. Setiap induk biasanya hanya menghasilkan 10 hingga 50 telur saja.
Menggunakan cilia yang tedapat pada corona untuk pergerakan dan mengarahkan makanan ke dalam mulutnya.
Contoh : Philodina roseola, Rotifer neptunis
b.    Kelas Monogonata
Mempuyai spesies yang paling banyak, sekitar 1500 spesies. Mereka hidup sebagai parasit pada bryophyte (alga hijau) .
Mempunyai reproduksi seksual dan aseksual, ukuran jantan lebih kecil dibandingan dengan betina. Betina memproduksi telur yang tidak dapat dibuahi yang nanti akan menjadi betina (reproduksi aseksual). Pada reproduksi seksual terjadi k etika pada lingkungan yang tidak menguntungkan (terlalu kering atau terlalu basah). Ketika betina memproduksi telurnya pada fase seksual, apabila telurnya dapat dibuahi, maka akan menjadi betina dan sebaliknya apabila tidak dapat dbuahi, telur tersebut akan menjadi jantan.
Contoh : Notommata copeus, Notommata werneckii, Branchionus sp., Keratella quadrata.

c.    Kelas Seisonidea
Merupakan kelas yang mempunyai spesies primitif. Habitatnya di laut atau hidup pada ingsang Crustaceans.
Semua anggotanya parthenogenetic, , mereka hanya mempunyai satu betina yang bereproduksi secara aseksual, untuk menghasilkan lebih banyak keturunan betina. Telurnya tidak dapat dibuahi oleh sel sperma, ketika telurnya dewasa, semuanya akan menjadi betina. Setiap induk biasanya hanya menghasilkan 10 hingga 50 telur saja.
Contoh: Hydratina senta

3 komentar: